Tentang perbedaan waktu Idul Fitri



TEMPO Interaktif, Jakarta - Sidang Itsbat untuk menentukan Hari Raya Idul Fitri telah memutuskan bahwa 1 Syawal 1432 Hijriyah, atau hari lebaran tahun ini jatuh pada Rabu 31 Agustus 2011.

"Mayoritas menyetujui bahwa 1 Syawal jatuh pada 31 Agustus 2011, hari Rabu. Maka disimpulkan bahwa 1 Syawal jatuh pada hari Rabu 31 Agustus 2011,kata Menteri Agama Suryadharma Ali yang memimpin sidang tersebut, Senin malam 29 Agustus 2011."

Mengapa bisa terjadi perbedaan antara Pemerintah dan Ormas,bahkan kali ini berbeda dengan Pemerintah Arab Saudi?! semalam suntuk saya pelajari hal ini dengan membaca artikel-artikel yang berkaitan dengan hilal atau penentuan satu syawal,dan Alhamdulillah saya berkeyakinan kalo 1 syawal itu jatuh pada Rabu.31 Agustus 2011.

Mengapa saya tidak mengambil 1 syawal hari selasa? bukankah penentuan Idul Fitri harus berkiblat pada Arab Saudi? berikut disini saya rangkum argumen mengapa saya lebih memilih untuk berlebaran mengikuti pemerintah,Insya Allah..




  • Hukum asal penentuan awal bulan Syawwal (Hari Raya ‘Iedhul Fithri) adalah dengan ru’yatul hilal (melihat bulan sabit) berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma: 


Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:


لاَ تَصُومُوا حَتَّى تَرَوُا الْهِلاَلَ وَلاَ تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ. (رواه البخاري ومسلم عن ابن عمر رضي الله عنهما)



Janganlah kalian berpuasa hingga kalian melihat hilal, dan janganlah kalian ber-iedlul Fithri hingga kalian melihatnya. Jika kalian terhalang untuk melihatnya, maka kalian perkirakanlah. (HR. Bukhari Muslim dari Ibnu Umar رضي الله عنهما)




  • “Memperkirakan” ketika hilal terhalang oleh awan atau lainnya adalah dengan menggenapkan bilangan bulan sebelumnya menjadi 30 hari. Sebagaimana disebutkan dalam hadits lain sebagai berikut:


Nabi -Shallallahu alaihi wasallam- bersabda:


إِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَصُوْمُوْا وَإِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَأَفْطِرُوا, فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوْا لَهُ



“Jika kalian melihatnya (hilal ramadhan) maka berpuasalah dan jika kalian melihatnya (hilal syawal) maka berbukalah (selesai Ramadhan). Jika hilal terhalangi dari kalian maka hitunglah dia.” (HR. Al-Bukhari no. 1900 dan Muslim no. 1080)

Beberapa point penting yang saya ambil:
- Maka jika yang terhalang adalah hilal Syawwal, genapkanlah bulan Ramadlan 30 hari.

- Penentuan Ramadlan, Syawwal, Haji dan lain-lain adalah tanggung jawab penguasa.

- Hari Raya adalah suatu amalan yang bersifat jama (dilakukan secara berjamah), maka penguasalah yang berkewajiban untuk ruyatul hilal atau orang-orang khusus yang mereka tugaskan, atau merekalah yang menerima berita-berita dari orang yang melihat hilal dan menentukan sah atau tidak sahnya. Oleh karena itu kita tidak bisa melaksanakan hari raya sendiri-sendiri dengan melihat hilal sendiri-sendiri.

- Kewajiban rakyat -kaum muslimin  adalah mentaati penguasanya pada hasil keputusan mereka, hingga terjadilah kebersamaan yang dikehendaki oleh syariat Islam.

- Berkata Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani  dalam Tamamul Minnah: Sesungguhnya untuk melihat hilal atau mencari berita tentang hilal dari negeri-negeri lain pada hari ini adalah perkara yang mudah, sebagaimana sudah dimaklumi. Namun yang demikian perlu perhatian serius dari para penguasa negara-negara Islam hingga (persatuan) akan terwujud menjadi kenyataan insya Allah tabaraka wa ta’ala”. (Tamamul Minnah, hal. 398)

- Perintah untuk mentaati penguasa tersebut adalah terus berlangsung walaupun penguasa tersebut dhalim atau fasik.

- Berkata Imam ash-Shabuni dalam Aqidatus Salaf hal. 102: “Ahlul hadits berpendapat untuk menegakkan shalat Jum’at dan dua hari raya dan lain-lain dari shalat-shalat jama’ah di belakang setiap penguasa muslim yang baik atau pun yang jahat. Dan berpendapat untuk berjihad memerangi orang-orang kafir bersama mereka, walaupun penguasa tersebut dhalim dan jahat”..

- Berkata Imam al-Barbahari Ketahuilah bahwa kejahatan penguasa tidak mengurangi kewajiban yang Allah wajibkan melalui lisan nabi-Nya. Kejahatannya untuk diri mereka sendiri, sedangkan ketaatan dan kebaikanmu bersamanya tetap sempurna -Insya Allah. Yakni kebaikan berupa shalat jamaah, Jumat dan jihad bersama mereka dan segala sesuatu dari ketaatan yang dikerjakan bersama mereka, maka pahalamu sesuai dengan niatmu. (Syarhus Sunnah, al-Barbahari, hal. 116)

- Berkata Abu Ja’far ath-Thahawi “Haji dan jihad terus berlangsung bersama penguasa kaum muslimin, yang baik atau yang jahat, sampai hari kiamat; tidak terbatalkan dan tidak gugur (dengan kefasikan mereka). (Al-Aqidah ath-Thahawiyah, dengan syarh Ibnu Abil ‘Izz, hal. 287)

- Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah : “Dan mereka (ahlus sunnah wal jama’ah) memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar sesuai dengan apa yang diwajibkan oleh syari’at. Mereka berpendapat untuk menegakkan haji, shalat jum’at, dan hari raya bersama para penguasa, apakah mereka orang-orang baik ataukah orang-orang jelek. Dan berpendapat untuk menegakkan shalat jama’ah, jihad dan menegakkan nasehat untuk umat”. (Aqidah Wasithiyah, Ibnu Taimiyah, hal. 257)

- Berkata Syaikh Shalih al-Fauzan ketika menjelaskan ucapan Ibnu Taimiyah di atas sebagai berikut: “Yang demikian karena tujuan kaum muslimin adalah menyatukan kalimat dan menghindari perpecahan dan perselisihan. Karena penguasa yang fasik tidak lepas dari kedudukannya sebagai penguasa yang harus ditaati dan tidak boleh ditentang, apalagi jika sampai berakibat menelantarkan kewajiban-kewajiban dan menumpahkan darah”. (Syarh Aqidah al-Washithiyah, Syaikh Shalih Fauzan, hal. 216)

- Berkata Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin ketika menjelaskan ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di atas sebagai berikut: “Mereka (ahlus sunnah wal jama’ah) berpendapat untuk menegakkan haji bersama para penguasa walaupun mereka fasik. Bahkan walaupun merekaeminum khamr ketika haji. Mereka tidak berkata: “Ini adalah imam faajir, kami tidak mau terima kepemimpinannya”. Karena mereka berpendapat bahwa mentaati penguasa adalah wajib walaupun mereka fasik, selama kefasikannya tidak membawa pada kekafiran yang jelas yang di sisi Allah kita punya bukti…”. (Syarh al-Aqidah al-Washithiyah, Syaikh Utsaimin, juz ke-2, hal. 337)

- Beliau berkata pula:  “Demikian pula menegakkan hari raya-hari raya bersama para penguasa yang mengimami shalat mereka. Apakah ia orang baik ataukah orang jelek. Dengan jalan yang damai ini, jelaslah bahwa agama Islam ini merupakan jalan tengah di antara orang yang berlebih-lebihan dan orang-orang yang melalaikan”. (sumber yang sama hal. 336)

- Berkata Ibnu Abil ‘Izz al-Hanafi : “Telah ditunjukkan oleh dalil-dalil dari kitab dan sunnah serta ijma’ para salaful ummah bahwa para penguasa, pemimpin shalat, hakim, panglima perang dan pengurus zakat ditaati dalam perkara-perkara ijtihad. Dan tidaklah mereka mentaati anak buahnya dalam perkara ijtihad, tetapi rakyatlah yang harus mentaatinya dalam masalah-masalah tersebut. Dan hendaklah mereka menyerahkan pendapatnya kepada penguasa tersebut, karena kepentingan umum dan persatuan serta bahayanya perpecahan dan pertikaian adalah lebih diperhatikan daripada masalah-masalah pribadi atau kelompok.” (Syarh al-Aqidah ath-Thahawiyah, hal. 376)

- Berkata Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin : “Jika ada yang bertanya: “Mengapa kita mesti shalat di belakang mereka dan mengikuti mereka dalam haji, jihad, Jum’at dan hari raya?” Kita katakan bahwa mereka adalah penguasa kita yang kita beragama dengan mentaati mereka, karena perintah Allah :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah 
Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kalian…” (an-Nisaa’: 59)

Dan sabda Rasulullah SAW :


 
يَكُوْنُ بَعْدِيْ أَئِمَّةٌ لاَ يَهْتَدُوْنَ بِهُدَايَ وَلاَ يَسْتَنُّوْنَ بِسُنَّتِي وَسَيَقُوْمُ فِيْهِمْ رِجَالٌ قُلُوْبُهُمْ قُلُوْبُ الشَّيَاطِيْنِ فِي جُثْمَانِ إِنْسٍ. (قَالَحُذَيْفَةُ): كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ؟ قَالَ: تَسْمَعُ وَتُطِيْعُ لِلْأَمِيْرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ

Sesungguhnya akan terjadi setelahku kedhaliman-kedhaliman dan perkara-perkara yang kalian ingkari. Mereka bertanya: “Wahai Rasulullah, apa yang engkau perintahkan kepada orang yang mengalami masa tersebut dari kami?” Beliau menjawab: “Tunaikanlah hak-hak mereka atas kalian, dan mintalah kepada Allah hak-hak kalian. (HR. Muslim)

Yang dimaksud “hak-hak mereka (para penguasa)” adalah ketaatan kepada mereka pada selain kemaksiatan. (Syarh al-Aqidah al-Washithiyah, Syaikh Utsaimin, juz ke-2, hal. 339)




  • Dengan kita mengikuti ucapan-ucapan para ulama di atas, niscaya akan terwujud kebersamaan yang disebutkan oleh Rasulullah dalam hadits yang sudah kita sebutkan pada edisi ke-80, Rasulullah bersabda:Puasa itu adalah hari ketika kalian seluruhnya berpuasa, Iedlul Fithri adalah hari di mana seluruh kalian berbuka (yakni tidak berpuasa lagi –pent.) dan Iedlul Adha adalah hari ketika kalian seluruhnya menyembelih kurban. (HR. Tirmidzi dari Abu Hurairah , dengan Tuhfatul Ahwadzi, 2/37)


 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:



الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُوْمُوْنَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُوْنَ وَاْلأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّوْنَ. رواه الترمذي وقال: حديث غريب حسن

Puasa itu adalah hari ketika kalian seluruhnya berpuasa, iedlul fithri adalah hari di mana seluruh kalian berbuka (yakni tidak berpuasa lagi –pent.) dan iedlul Adha adalah hari ketika kalian seluruhnya menyembelih kurban. (HR. Tirmidzi, dengan Tuhfatul Ahwadzi, 2/37)

Adapun cara para penguasa menentukan hari raya tersebut, apakah dengan ru’yah atau dengan hisab, maka merekalah yang bertanggung jawab di hadapan Allah .



Lantas bagaimana dengan pertanyaan ini?


Q:   Jika di Arab Saudi merayakan Idul Fitri, tentunya di Indonesia juga harus melakukan hal yang sama.Karena di sini hanya terjadi perbedaan jam dan bukan terjadi perbedaan hari. Lantas mengapa terjadi perselisihan, jika di Arab Saudi sudah 1 Syawal tetapi mengapa di Indonesia belum?


ASabda Rasulullah :"berpuasalah kamu setelah melihat hilal, dan berbukalah (berhari raya) setelah melihat hilal"

Di arab,sekitar pukul 5 sore hilal sudah terlihat,jadi keesokan harinya bisa ber Idul Fitri.sedangkan di Indonesia,hilal baru bisa dilihat setelah maghrib (sekitar jam 7 ato jam 8 mlem).Kalo di arab jam 5 sore dan di Indonesia jam 7 atau jam 8 malam.secara kalender masehi,maka itu terletak di tanggal yang sama (29 agustus).Sedangkan klo secara kalender hijriah,itu terletak ditanggal yang beda,karena jika di Islam: pergantian hari itu selepas maghrib bukan selepas jam 12 malam




Jika di hadist kan bila melihat selepas maghrib,digenapkan keesokan harinya,karena di Indonesia baru dilihat selepas maghrib,,maka puasa digenapkan keesokan harinya..

Kenapa di Indonesia hilal belum terlihat?Syarat terlihat hilal minimal bulan 3 derajat,,sdangkan untuk hari ini kemungkinan bulan hanya 1 derajat 55 menit.jadi nggak akan terlihat.
Q:  Fatwa Ulama Saudi adalah yang terbaik,kenapa kita tidak mengikuti mereka layaknya Idul Adha? masalahnya adalah 1 Syawal itu hukumnya haram untuk berpuasa. Jika haram maka jelas berdosa, kemudian siapa yang sudi memikul dosanya?


A:  Betul,tapi apa anda pernah mendengar ULAMA SAUDI BERFATWA AGAR KAUM MUSLIMIN BERPUASA (1 RAMADHAN) DAN BERBUKA (1 SYAWAL) MENGIKUTI PEMERINTAHNYA. APABILA KETENTUAN PEMERINTAH KALIAN BENAR, WALHAMDULILLAH.DAN JIKA SALAH, MAKA DOSANYA DITANGGUNG PEMERINTAH.

para ulama tersebut berfatwa benar2 didasari ilmu yg kokoh dgn rasa takut yg tinggi kepada ALLAH 'Azza wa Jalla. kecuali idul adha,,kita harus mengikuti arab.Karena patokan idul adha adl tgl 9 dzulhijjah di arab (waktu ketika jamaah di arafah),,yangg dapat dpastikan kalo keesokan harinya adalah 10 dzulhijjah.

Maka nasehat kita kepada para penguasa adalah: tentukanlah awal bulan Ramadlan, Syawwal dan lain-lain dengan ruyatul hilal di mana pun hilal itu terlihat, walaupun di negara-negara lain.

Dan nasehat kita kepada kaum muslimin adalah: taatilah penguasa; berpuasa dan beriedhul Fithrilah bersama mereka, dan janganlah berpecah-belah.
Perbedaan dalam kepentingan terbaik bagi umat itu rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala jd ga perlu diributin tiap tahun... Kalo yakin besok lebaran ya jalanin begitu juga klo yakin hari Rabu lebaran ya silahkan...Wallahu alam..
ditulis satu hari sebelum 1 syawal ketika merasa kesal terhadap orang-orang yang tidak open minded menyalahkan serta meremehkan keputusan para ulama Indonesia

Penulis selalu berusaha menghindari berpendapat atau keputusan tentang satu hal yang penulis sendiri belum berkecukupan untuk mampu mencernanya ilmunya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar